Kamu Yang Tidak Akan Kusebut Namanya
Hai semuanya, aku sarankan baca ini sambil mendengarkan It's You - Ali Gatie ya!
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu pagi, hari libur ini aku isi dengan ikut acara family gathering tempat kerja ibuku. Cowok sok ganteng berkacamata itu masih mengekoriku dari kemarin lusa. Termasuk tiba-tiba ikut family gathering ke Semarang ini.
Keluargaku
sebenarnya tidak keberatan. Teman-teman ibuku juga sama. Justru beberapa dari
mereka memuji rupa tampannya dan sedikit menggodaku karena membawa laki-laki
bersamaku. Ketika biasanya aku duduk di samping adikku, kini laki-laki yang
seumuran denganku itu yang mengisi posisi itu.
"Aku
mau beli snack di swalayan situ, mau ikut nggak?" tanyanya ketika bus
berhenti di sebuah rest area.
"Enggak,
aku mager banget."
Dia
pun keluar meninggalkanku di dalam bus bersama beberapa orang yang tidak
memiliki keperluan di rest area. Aku pasang kabel earphone putih yang kubawa
bersamaku dan memutar It's You karya Ali Gatie. Aku pejamkan mataku menikmati
alunan nada.
Di
tengah-tengah menikmati musik-musik lain dari playlist ku, ia datang membawa
satu plastik kresek hitam yang berukuran cukup besar dan setelah kubuka
ternyata berisi camilan-camilan kesukaanku. Tiba-tiba saja ia menarik kabel
yang terpasang di telinga kiriku dan dipindah ke telinga kirinya.
"Ali
Gatie lagi?"
"Protes
mulu?"
Ku
ambil satu snack yang terbungkus plastik berwarna hijau dari plastik hitam
bawaannya. Ia hanya diam mengamatiku yang kesulitan membuka bungkus snack. Ia
terkekeh geli. Dan mungkin saking kesalnya melihatku yang tidak becus membuka
bungkus snack itu, ia merebutnya dari tanganku. Dalam sekali coba, snack itu
terbuka. Aroma micin tercium dari jarak dekat. Ia ambil beberapa makanan dan
memberikan sisanya padaku untuk dihabiskan.
Bus
kembali melanjutkan perjalanan ke destinasi wisata yang pertama. Di sepanjang
perjalanan aku menikmati nada-nada indah dari musik yang dengan sangat sopan
masuk telinga dan keindahan ciptaan tuhan yang kini duduk di sampingku sambil
memejamkan mata, karena semalam menghabiskan waktu untuk bermain game hingga
tengah malam.
Perjalanan
dari rest area ke tempat tujuan yang pertama kira-kira ditempuh dalam waktu dua
jam. Kami rombongan dari Jogja turun dari bus dan berpindah ke mini bus untuk
mencapai area utama. Tempat wisata di area pegunungan begini sejujurnya sangat
unik. Mereka memberikan fasilitas mini bus yang dapat disewa penumpang bus
untuk mencapai area utama tempat wisata.
Mini
bus yang disewa rombongan kami berjumlah tiga. Aku naik mini bus yang pertama
bersama keluargaku dan dia. Ia sangat terlihat siap melihat dari
kamera yang dikalungkan di lehernya. Area parkir bus dan area wisata utama
tidak terlalu jauh.
Area
utama tempat wisata terlihat sangat ramai. Ada banyak sekali rombongan dari
kota-kota lain yang mengunjungi tempat ini. Rombongan kami menyempatkan diri
untuk berfoto di depan gerbang pintu masuk. Karena jumlah wisatawan yang sangat
banyak, ibuku sebagai panitia pun cepat-cepat menuju loket tiket untuk
mendapatkan sejumlah tiket untuk rombongan kami masuk.
Ada kurang lebih 30 tiket dibeli ibu. Kami mengantri mengekor panjang seperti ular. Dia di belakangku. Sambil antri ia memperlihatkan beberapa potretku yang sempat ia ambil dengan kameranya.
Bagian
dalam tempat ini sejujurnya indah sekali. Tapi banyaknya wisatawan yang
bergerombol terlihat seperti semut bagi mataku. Aku dan dia beberapa kali
bergantian mengambil foto. Tak jarang kami kesulitan mencari background foto
karena banyaknya wisatawan yang lewat.
Setelah
puas mengabadikan potret diri kami dalam sebuah kamera modern abad 21, kami
memutuskan menuju pintu keluar. Di area sekitar terdapat beberapa penjaja
makanan.
“Ayo
beli sosis bakar!” ajakku.
Ia
hanya iya-iya saja mengekoriku. “Kamu mau juga nggak?” tanyaku yang direspon
anggukan olehnya. Dasar manusia sok ganteng pelit suara.
Aku
pesan dua sosis bakar dan dua minuman boba. Sambil menunggu pesanan, aku hanya
bosan memandangi laki-laki ini lagi. Aku mainkan tangannya, aku genggam, aku
sentil, lalu kadang aku genggam lagi. Sepatu putihnya aku beri tendangan-tendangan
kecil dengan sepatu putihku. Dipikir-pikir lagi, ternyata dia bukan sok ganteng.
Tapi dia memang sadar kalau dia punya rupa yang lebih rupawan dibanding
laki-laki lain.
“Ini
kak pesanannya,” ucapan si penjual membuyarkan pikiranku.
Ketika
aku mau ambil dompet, dia sudah lebih dulu menyodorkan selembar uang biru dari
dompetnya. “Nggak usah split bill, itu ambil pesenannya,” Aku hanya mengangguk
patuh.
Kami
mengambil duduk di kursi taman terdekat. Seraya menikmati sosis bakar dan
minuman yang kami pesan, aku menulis sesuatu di buku catatan yang selalu kubawa
kemana-mana.
Hai
kamu yang tidak akan aku sebutkan namanya.
Banyak
sekali manusia yang aku temui, juga aku ajak berbincang.
Namun semua
makhluk Tuhan tau, itu selalu kamu.
Dan
jika aku jatuh cinta berkali-kali, cinta itu jatuh dan tumbuh di kamu.
Aku pernah
gagal sebelumnya.
Terkadang
aku sangat takut jatuh cinta.
Tapi karena
ini kamu, maka akan aku coba.
Jangan
menjauh, jangan menyakiti.
Jangan pernah
biarkan sejarah terulang dengan sendirinya.
Karena
yang aku inginkan kamu, kamu yang tak akan aku sebut namanya di dalam cerita
ini.
Komentar
Posting Komentar