Saturdate
Pagi itu sama seperti sabtu pagi biasanya. Aku bangun terlambat. Beruntungnya hari Sabtu libur, jadi tak akan ada yang mengganggu ku untuk terjaga pagi-pagi dan berangkat ke sekolah.
Dibandingkan suara ibuku yang selalu berisik membangunkan ku, pagi ini aroma lezat yang ku tebak dari bubur ayam membangunkan ku. Aku yang sudah memiliki rasa ingin tahu, beranjak dari peraduan ku. Selimut yang jatuh ke lantai aku biarkan saja.
Di luar kamar aku dapati pintu depan yang terbuka sedikit. Bukan seperti sabtu pagi biasanya. Sabtu pagi di rumahku bisa sangat berisik oleh suara keponakan ku dan kadang ada beberapa tamu yang berkunjung.
"Oh hai, udah bangun?"
Suara familiar itu menyapa indra pendengaran ku. Aku berbalik.
Dia. Yang beberapa hari terakhir mengisi pikiran ku. Yang kadang membuatku teriak sendiri karena kesal, teriak karena kegirangan.
"Kok sepi banget? Kamu udah dari tadi? Orang tua ku mana sih?"
Dia sedikit terkekeh mendengar rentetan pertanyaan ku. "Satu-satu dong kalo nanya tuh, oh iya sini ke dapur, aku bawain bubur ayam."
Aku membututinya ke dapur. Benar saja, indra penciuman ku pada makanan memang tidak pernah salah. Bubur ayam itu, membangunkan ku untuk bertemu orang yang aku kasihi.
"Tadi orang tua kamu bilang ada urusan di rumah nenek kamu. Tadi aku juga udah minta izin buat bawa kamu jalan-jalan, mau nggak?" ucapnya ketika aku mulai menyendokkan bubur dengan kuahnya ke mulutku.
Aku dengan perasaan sedikit terkejut sekaligus bahagia mengangguk dengan heboh. Ku teruskan sarapanku dengan penuh senyuman. Dia juga bercerita bagaimana harinya kemarin ketika dia kesulitan menghubungiku.
Tak perlu waktu lama aku sudah menyelesaikan sarapan dan meluncur ke kamar mandi lalu bersiap. Tak akan aku biarkan dia menunggu terlalu lama. Celana hitam, hoodie oversize, pashmina hitam, dan jam tangan kecil di tangan kiriku sudah menempel sempurna.
Dia sudah ke teras ketika aku keluar dari kamar. Aku ikut ke depan seraya membawa sepatu vans kesayangan ku.
"Kita mau jalan kemana? Aku nggak salah outfit kan?" tanyaku sembari memakai kaos kaki dan diteruskan memakai sepatu.
"Cuman keliling aja di sekitar sini. Nggak salah kok, kita juga nggak pergi ke acara resmi," sahutnya.
Aku mengangguk paham. Setelah semua selesai, aku mengunci pintu depan. Motor yang kami naiki membelah jalanan kampungku yang masih basah karena hujan semalam.
***
Pertama, dia bawa motornya menuju pom bensin. "Motornya haus, perlu minum," katanya tadi. Candaannya begitu garing menurutku. Tapi tak apa, asalkan wajahnya manis.
"Kita sebenernya mau kemana sih?"
"Nonton aja mau nggak?"
Aku mengangguk sebagai jawaban sekaligus penutup perbincangan.
Dia membawaku ke bioskop terdekat di daerahku. Setelah melakukan perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 15 menit, kami sampai di bioskop. Aroma khas bioskop lagsung menyapa indra penciuman ku. Karena kami belum membeli tiket secara online, alhasil kami harus mengantri. Eh tidak, ia yang mengantri tiket sementara aku membeli minuman.
Beruntungnya kami dapat jadwal menonton tercepat sekitar tiga puluh menit lagi. Aku tadinya khawatir akan terlalu lama menunggu untuk masuk studio. Sembari menunggu kami sempat beberapa kali mengambil foto, membicarakan hal random, dari yang penting seperti jadwal ujian hingga hal tidak penting seperti jumlah aib Biru -temannya yang menjadi ketua OSIS sekolah kami- yang dimiliki olehnya.
Ketika pintu studio dibuka kami masuk lantas masuk dan menikmati film pilihan kami. Lagi-lagi keberuntungan menyelimuti ku. Aku memakai hoodie sehingga dinginnya ruangan ini tidak terlalu menusuk. Entah bagaimana bisa ia bertahan di udara dingin ini hanya dengan kaos hitam dan dilapisi kemeja flanel kotak-kotak.
Film berdurasi 2 jam lebih itu tidak begitu buruk menurutku. Enam tokoh utama memainkan karakternya dengan baik. Jokes yang diselipkan pun lucu bukan main.
Kami melangkah keluar bioskop dan merencanakan untuk makan siang yang terlambat. Nasi goreng menjadi menu sederhana namun lezat untuk makan siang di hari Sabtu ini.
Nasi goreng spesial menjadi pilihan ku, sementara ia lebih memilih nasi goreng dengan telur mata sapi diatasnya. Karena udara siang di kotaku semakin menjadi panasnya, kami memilih es teh sebagai pelengkap makan siang.
Ketika nasi goreng pesanan kami datang, aku sengaja makan dengan pelan agar bisa berlama-lama dengannya. Setelah seharian kemarin aku hanya bisa melihat kehadirannya dari kejauhan karena kesibukan kami masing-masing, aku akan memanfaatkan hari ini untuk menikmati wajah manisnya dengan durasi lebih lama.
"Habis ini pulang ya? Ini orang tua kamu bilang kalo kalian ada keperluan beli sesuatu," tanya nya setelah membuka notifikasi dari hp. Aku hanya dapat mengangguk agar tidak disangka durhaka karena menolak ajakan orang tua.
Tapi, mamak, bapak, mbak, tolong belinya bisa besok lagi. Masa cuman tiga jam ketemu ayank?!?
Setelah nasi goreng tersapu bersih dan minuman habis tak tersisa, kami keluar dari restauran dan kembali ke parkiran. Di sepanjang perjalanan aku mencoba menenangkan detak jantungku karena tangan kananku tertaut dengan kanan kirinya.
Motor yang ia kendarai membelah jalan kabupaten yang ramai. Beruntungnya matahari sedikit tertutup oleh awan sehingga tidak terlalu panas. Bagi ia pulang ke rumah adalah benar-benar pulang ke rumah melewati jalan biasanya. Padahal aku ingin dia melewati jalan lain yang lebih jauh. Lalu ketika diomeli oleh orang tua ku tinggal mencari alasan kalau volume jalan kabupaten terlalu sempit untuk dilewati puluhan kendaraan sehingga kami terjebak macet.
Namun belum sampai setengah perjalanan, tanpa berkata apa-apa ia menepikan motor, menghampiri salah satu penjual kaki lima. Aku ikut turun membuntuti nya. Tiba-tiba ia menyodorkan arumanis berwarna merah muda padaku, "maaf kita harus nunda dulu buat jalan-jalan lebih lama, besok kapan-kapan kita jalan-jalan lagi dan lebih jauh! Gimana?" ucapnya panjang lebar.
Aku mengangguk setuju dan sedikit malu karena ada beberapa orang melihat ke arah kami. Di sepanjang perjalanan pulang aku memakan arumanis pemberiannya seraya menyunggingkan senyum.
Komentar
Posting Komentar