Sahabat Bumi
Di tengah padatnya kota, berdiri sebuah sekolah yang memiliki luas tidak terlalu besar. Di halamannya terdapat beberapa pohon dan banyak tanaman. Di seluruh area sekolah terdapat tempat sampah, bahkan setiap tempat sampahnya dipisahkan berdasarkan bahan pembuatnya (organik, plastik, dan kertas). Disana juga ada sebuah tim kebersihan sekolah yang bernama “Sahabat Bumi”.
Sahabat Bumi memiliki banyak
anggota yang tersebar di setiap kelas. Beberapa diantaranya Ayu, Luthfi, Putri,
dan Zahra. Mereka berempat sudah menjadi anggota tim sejak kelas tujuh. Mereka
juga selalu bersemangat dalam menjalankan tugas yang diberikan ketua tim
kebersihan, Kak Salma.
“Hai selamat pagi teman-teman!”
“Pagi kak!”
Sapaan terdengar dari ruangan tim
kebersihan. Hari ini hari jumat, hari dimana tim kebersihan membantu jalannya
kerja bakti sebelum penilaian adiwiyata dilakukan.
“Wah semangat banget! Kakak
disini akan menyampaikan kegiatan kita hari ini ya? Siap mendengarkan?” Kak
Salma memulai pidatonya dengan semangat.
“Siap!”
“Oke, kegiatan kita hari ini
dimulai dari setelah senam sehat. Kita akan terbagi ke beberapa tim, untuk tim
nya bisa kalian bentuk sendiri. Lalu kita akan berpencar untuk membantu
jalannya kerja bakti. Nanti ada tim yang akan membantu di kebun, membantu
memisahkan sampah, membantu membersihkan aula dan halaman sekolah, dan sisanya
akan berkeliling untuk membantu siapapun yang membutuhkan. Apa penjelasan kakak
bisa dipahami?”
“Bisa!”
Setelah pengarahan sedikit dari
Kak Salma, semua anggota yang sudah saling membentuk kelompok dan membangi
tugas pun mulai menjalankan tugas masing-masing.
Ayu, Putri, Luthfi, dan Zahra
menjadi satu kelompok yang mendapat tugas memisahkan sampah. Mereka berempat
berjalan berbarengan ke Tempat Pembuangan Akhir yang berlokasi di sebelah utara
UKS.
Di TPA, masing-masing dari mereka
sudah memakai masker dan sarung tangan plastik. Mereka membagi tugas lagi agar
pengerjaannya lebih mudah.
“Bagaimana jika Zahra
mengumpulkan sampah yang berserakan, lalu aku akan memisahkan yang daun, Ayu
memisahkan yang plastik, dan Luthfi yang kertas?” tanya Putri pada ketiga
rekannya.
“Kalau aku setuju,” Zahra
menyetujui dahulu.
“Aku juga setuju,” ucap Ayu dan
Luthfi bersamaan.
Satu persatu dari mereka mulai
mengerjakan tugas masing-masing. Dengan penuh semangat dan ketelitian, mereka
saling bahu membahu agar semua sampah bisa terpisahkan dengan baik.
Setelah kurang lebih tiga puluh
menit, semua sampah sudah terpisahkan. Kini mereka berempat hanya tinggal
menunggu sampah yang akan dikirim ke TPA dari belasan tempat sampah yang ada di
sekolah.
Yang pertama datang adalah tempat
sampah dari area aula yang dibawa oleh Kak Salma.
“Hai teman-teman! Wah kalian
keren banget bisa secepat ini menyelesaikan pemisahan sampah.”
Empat sekawan yang mulai
mengambil tempat sampah yang dibawa Kak Salma hanya membalas dengan senyuman.
Setelah Kak Salma kembali ke area
bertugasnya, beberapa tempat sampah lain ikut berdatangan. Salah satunya adalah
tempat sampah area kelas delapan yang dibawa oleh Thania dan Adel.
Terlihat dari kejauhan, Thania
dan Adel membawa tempat sampah itu dengan jari jempol dan telunjuk sambil
memperlihatkan tatapan jijik. Sesampainya di depan TPA, ketika orang lain
meletakkan tempat sampah dengan tenang, mereka berdua melempar dengan sedikit
tenaga hingga beberapa sampahnya keluar.
Empat sekawan sudah menatap malas
pada sikap Thania dan Adel yang selalu seperti ini. Zahra yang orangnya selalu
sabar dan pengertian pun mulai jongkok dan ingin membereskan kekacauan yang
ditimbulkan, namun ia ditahan oleh Ayu.
“Jangan kamu ambil dulu. Biar
mereka berdua yang ambil, ini salah mereka,” ucap Ayu tegas.
Raut wajah Thania dan Adel
menunjukkan ekspresi terkejut. Namun mereka berdua tetap tidak melakukannya.
“Enak saja, yang bertugas disini siapa
kok malah nyuruh orang lain melakukannya? Niat kerja gak sih?” sahut Thania.
Wajah Ayu sedikit memerah karena
emosi, Putri yang disampingnya menenangkan Ayu agar tidak terjadi keributan
lain.
“Kalau kalian tidak mau
memungutnya, setidaknya jangan membuat sampah-sampah itu keluar dari tempat
sampah. Itu sikap yang sangat tidak bertanggung jawab,” nasihat terdengar dari
mulut Luthfi.
“Kok kalian jadi nyolot? Lagipula
ya, sampah itu bau dan kotor. Terus, kenapa coba harus dipisah? Kan kalau jadi
satu lebih enak buangnya,” Adel menyahut dengan nada ketus.
Diantara empat sekawan, hanya
tinggal Zahra yang masih berkepala dingin. Sementara amarah mulai menyelimuti
tiga orang lain.
“Sampah memang kotor dan bau,
karena itu kita harus membuangnya dengan benar agar tidak semakin mengotori dan
menimbulkan bau yang menyengat. Lalu kenapa kok dipisah? Sampah dipisah untuk
memudahkan daur ulang, mengurangi penumpukan sampah di laut, meningkatkan
kebersihan lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
Zahra memberikan penjelasan
dengan tenang dan sabar serta menggunakan kata-kata yang mudah dicerna. Ayu,
Luthfi, dan Putri hanya diam mendengarkan agar tidak kelepasan melakukan
hal-hal yang tidak diinginkan.
“Jadi, setelah mendengar
penjelasan itu kalian mau memungut sampahnya atau tidak? Kalau iya silahkan
dipungut dan kami akan sangat menghargai, tapi kalau tidak ya tidak apa-apa
asalkan kalian tidak lagi-lagi melakukan hal seperti ini.”
Dengan hati sedikit dongkol,
Thania dan Adel menunduk seraya berjongkok untuk memungut sampah yang keluar
dari tempat sampah akibat ulah mereka.
Ayu, Luthfi, dan Putri yang
melihat itu segera mengambil tempat sampahnya dan memisahkan ke bagian yang
berbeda. Setelah tempat sampah kosong dan dibawa kembali lagi oleh Thania dan
Adel, mereka bertiga masih mencoba menetralkan rasa marah mereka.
“Jika ada kejadian seperti ini
lagi, kalian harus lebih sabar ya. Karena jika orang seperti Thania dan Adel
itu tanggapi dengan suara keras, malah nanti tidak berhenti perdebatannya.”
Tiga orang lainnya hanya
mengangguk mendengar penuturan Zahra.
“Untung saja mereka berdua yang
terakhir, jadi tidak banyak yang melihat kejadian tadi,” ucap Ayu.
“Benar,” tukas Putri cepat.
“Tapi kamu hebat Ra bisa tetap
sabar seperti itu!”
“Hehe, terima kasih. Bagaimana
kalau kita sekarang cuci tangan lalu makan bakso di kantin?”
“Setuju!” jawab yang lain secara
serentak.
Bakso dengan beberapa sendok
sambal sudah tersaji di depan masing-masing dari empat sekawan. Mereka mulai memakan
bakso dengan tenang.
“Teman-teman…”
Sebuah suara memecah ketenangan
yang terjadi diantara mereka. Ketika mereka mendongak, mereka melihat Thania
dan Adel menunduk dengan wajah bersalah.
“Ada apa?” tanya Luthfi.
“Kami ingin minta maaf atas
kejadian tadi, seharusnya kami bisa lebih bertanggung jawab. Kami benar-benar
minta maaf,” ucap Thania dengan hati-hati.
Zahra menatap ke temannya yang
lain, mereka memberi kode yang mengatakan kami
memaafkannya.
“Kami memaafkan kalian. Syukurlah
kalian bisa sadar dengan cepat, tadinya aku kira kalian tidak akan sadar sampai
berbulan-bulan lagi,” sahut Zahra diselingi sedikit candaan.
“Oh iya, kami juga mau bertanya.
Apa kami bisa bergabung di Sahabat Bumi? Kami ingin berpartisipasi untuk
menjaga lingkungan sekolah,”
Empat sekawan yang mendengar
pertanyaan dari Adel menunjukkan ekspresi terkejut sekaligus bahagia.
“Tentu! Kalian bisa banget gabung
di Sahabat Bumi!” sahut Ayu dengan heboh.
“Astaga Ayu heboh banget sih.
Kalian bisa minta formulir pendaftaran di ruang tim kebersihan ya, disana ada
Kak Salma kok,” Luthfi memberi info.
“Mending bareng-bareng ke sana
nggak sih? Kita juga udah selesai kan?” tanya Putri.
“Iya!” Ayu, Luthfi, dan Zahra
menjawab dengan serempak.
Mereka berenam berjalan bersamaan
ke ruang tim kebersihan. Di sepanjang koridor, mereka saling berbagi info dan
cerita.
Komentar
Posting Komentar